ANGGARAN RESPONSIF GENDER

Dalam rangka Hari Perempuan Internasional, saya bagikan tulisan ilmiah saya yang kedua dan dimuat di Jurnal “Egalita” Vol. VII Nomor 2 Tahun 2012 Pusat Studi Gender UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Pada intinya, Permasalahan yang ada dalam implemetansi anggaran responsif gender adalah pengambil keputusan tidak menyadari bahwa keputusan/kebijakan yang diambil seringkali bersifat netral gender, yaitu hanya memperhatikan sudut pandang tugas dan fungsi dari sebuah instansi atau prioritas nasional tanpa melihat adanya kelompok yang terlibat dan pengguna manfaat (kelompok sasaran) yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Anggaran responsif gender bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan dan juga tidak berarti adanya penambahan dana yang dikhususkan untuk program perempuan. Anggaran responsif gender merupakan anggaran yang berusaha untuk memperhatikan manfaat yang diperoleh oleh tiap gender berdasarkan kebutuhan yang berbeda diantara laki-laki dan perempuan.Mohon kritik dan saran untuk perbaikan tulisan ilmiah yang berikutnya.

 

ANGGARAN RESPONSIF GENDER SEKTOR PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN

 

Ria Anisatus Sholihah

Magister Sains Akuntansi

Universitas Brawijaya Malang

 

Abstrak

Indonesian government has a commitment to implement gender mainstreaming though the implementation of gender-responsive budgeting. In education sector, gender-responsive budgeting is important to be implemented to guarantee that all the citizens, men and women, can acsess education facility, participate actively, and control as well as take the benefit of education development. Nevertheless, in its impelementation, those who are responsible to issue the policy are not aware of the policy that they take is mostly neutral gender.This paper tries to discuss the concept of gender –responsive budgeting as an effort to give understanding to the policy maker and the officials who implement the budget on gender-responsive budgeting implementation in Indonesia especially the implementation in education sector.

 

Abstract

Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk melaksanakan pengarusutamaan gender melalui penerapan penganggaran responsif gender. Di bidang pendidikan, anggaran responsif gender sangat penting diterapkan agar lebih menjamin semua warga negara baik laki-laki maupun perempuan dapat mengakses pelayanan pendidikan, berpartisipasi aktif, dan mempunyai kontrol serta mendapat manfaat dari pembangunan pendidikan. Namun dalam penerapannya, pengambil keputusan dalam proses penganggaran bidang pendidikan tidak menyadari bahwa keputusan/kebijakan yang diambil seringkali bersifat netral gender., Tulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap konsep anggaran responsif gender sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada pembuat kebijakan dan pelaksana anggaran atas penerapan anggaran responsif gender di Indonesia terutama penerapan di bidang pendidikan.

 

Pendahuluan

Perkembangan mengenai isu gender di Indonesia merupakan hal yang menarik untuk diamati. Semenjak Konferensi Beijing pada tahun 1995, isu gender telah diadopsi hampir secara universal sebagai strategi pengarustamaan gender dimana kesetaraan gender harus dilakukan oleh setiap negara. Hal ini menandai adanya komitmen secara politik oleh pemerintah setiap negara terhadap kesetaran gender (Rostanty, 2007)

Di Indonesia, pemerintah telah berkomitmen untuk melaksanakan pengarusutamaan gender sebagai salah satu strategi menuju tercapainya kesetaraan dan keadilan gender. Komitmen pemerintah untuk melaksanakan pengarusutamaan gender melalui penerapan penganggaran responsif gender telah menjadi suatu kesadaran bersama dalam pembangunan nasional. Pengintegrasian gender dalam pembangunan merupakan strategi untuk mengurangi kesenjangan partisipasi dan kontrol dalam pengambilan keputusan dan pemanfaatan hasil pembangunan yang setara antara perempuan dan laki-laki (Dinsos Kalteng, 2012)

Pemerintah juga telah berusaha mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan melalui adanya pengarusutamaan gender yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2010-2014. Salah satu dari tujuan yang ingin dicapai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah tersebut adalah Pengarusutamaan Gender di Indonesia terwujud dalam berbagai bidang. Salah satunya melalui penerapan perspektif gender dalam bidang penganggaran. Permasalahan yang kemudian muncul dalam implemetansi pengarusutamaan gender dalam proses penganggaran adalah pengambil keputusan tidak menyadari bahwa keputusan/kebijakan yang diambil seringkali bersifat netral gender, yaitu hanya memperhatikan dari sudut pandang tugas dan fungsi dari sebuah instansi atau prioritas nasional tanpa melihat adanya kelompok yang terlibat dan pengguna manfaat (kelompok sasaran) yang berbeda (Hastuti, 2010). Anggaran juga dipandang tidak memiliki dampak yang berbeda ketika diimplementasikan `pada situasi perempuan dan laki-laki (Dinsos Kalteng, 2012). Penyusun anggaran belum mampu dalam melakukan analisis gender dan belum dapat mengintegrasikan isu gender ke dalam proses penganggaran. Hal ini dikarenakan kurang dipahaminya konsep gender serta pentingnya perspektif gender bagi penentu kebijakan dalam membuat kebijakan publik.

Permasalahan lainnya adalah adanya perbedaan persepsi masyarakat terhadap konsep kesetaraan gender yang sering diartikan sebagai upaya mewujudkan emansipasi perempuan. Gender dianggap sebagai nilai yang datang dari negara barat yang dapat merugikan dan merusak tatanan budaya local (Dinsos Kalteng, 2012). Perbedaan pandangan tersebut diperparah dengan masih lemahnya kesadaran lapisan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dalam mengindentifikasi dan merumuskan kebutuhan mereka yang pada akhirnya juga melemahkan respon dari masyarakat terhadap anggaran responsif gender.

Dalam bidang pendidikan kesenjangan gender masih terjadi di beberapa daerah disamping kesenjangan antara penduduk kaya dan penduduk miskin serta antara daerah perkotaan dan perdesaan. Permasalahan umum yang terjadi adalah adanya materi bahan ajar yang pada umumnya masih bias gender, proses pembelajaran di kelas yang belum sepenuhnya mendorong partisipasi aktif secara seimbang antara siswa laki-laki dan perempuan dan lingkungan fisik sekolah yang belum menjawab kebutuhan spesifik anak laki-laki dan perempuan (Depdiknas, 2008)

Berdasarkan paparan atas permasalahan diatas, sangatlah penting untuk dilakukan kajian terhadap konsep anggaran responsif gender dalam bidang pendidikan sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada pembuat kebijakan dan pelaksana anggaran atas penerapan anggaran responsif gender di Indonesia karena bidang pendidikan merupakan sektor sentral yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah. Peningkatan kesetaraan dan keadilan gender di bidang pendidikan sangat penting untuk dilakukan agar lebih menjamin semua warga negara baik laki-laki maupun perempuan dapat mengakses pelayanan pendidikan, berpartisipasi aktif, dan mempunyai kontrol serta mendapat manfaat dari pembangunan pendidikan pendidikan, sehingga laki-laki dan perempuan dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Kajian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam menambah pengetahuan dan pemahaman atas konsep anggaran responsif gender pada bidang pendidikan di Indonesia.

Anggaran Sektor Publik

Anggaran adalah sebuah rencana yang disusun dalam bentuk kuantitatif dalam satuan moneter untuk satu periode. Dari anggaran dapat diketahui apa yang akan dilakukan oleh manajemen, prioritas, target dan bagaimana memenuhi target tersebut. Sedangkan penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran yang berisi pernyataan dalam bentuk satuan uang yang merupakan refleksi dari aktivitas dan target kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu. Penganggaran pada dasarnya merupakan proses penentuan jumlah alokasi sumber-sumber ekonomi untuk setiap program dan aktivitas dalam bentuk satuan uang (Halim, 2007). Anggaran adalah salah satu alat kontrol yang paling penting bagi para pembuat kebijakan untuk membuat keputusan mereka (The European Women’s Lobby, 2004). Anggaran sektor publik tidak hanya berisi angka-angka yang disusun oleh pemerintah, namun anggaran juga mencerminkan bagaimana pemerintah menetapkan prioritas dan pedoman dalam melaksanakan kebijakan.

Pada umumnya, pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama pemerintah, merupakan suatu proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup signifikan. Berbeda dengan penyusunan anggaran di perusahaan swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil. Bagi organisasi sektor publik seperti pemerintah, anggaran tidak hanya sebuah rencana tahunan tetapi juga merupakan bentuk akuntabilitas atas pengelolaan dana publik yang dibebankan kepadanya.

Proses penganggaran juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya politik, perilaku penganggaran peserta, persaingan untuk sumber daya yang langka, konsensus atau kesepakatan antar lembaga, dan adaptasi terhadap perubahan alokasi anggaran. Sebuah teori penganggaran menjelaskan bagaimana terjadi interaksi antara tingkat makro pemerintah dan lingkungannya dalam menentukan tujuan penganggaran dan mempengaruhi perilaku manusia. (Gibran , Joan M. and Alex Sekwat, 2009)

Anggaran Publik Responsif Gender

Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari perubahan keadaan sosial dan budaya masyarakat (Depdiknas, 2008). Gender adalah perbedaan sifat, peran, fungsi, dan status antara laki-laki dan perempuan yang bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian, gender merupakan konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman, dan berbeda antar kelompok etnik, umur, pendidikan dan tingkat pendapatan. (www.bappenas.go.id/get-file-server/node/11966/)

 Dengan mengetahui perbedaan gender sebagai sesuatu yang terbentuk karena adanya kontruksi budaya, maka dapat memudahkan dalam membangun gambaran tentang realitas hubungan antara perempuan dan laki-laki secara lebih tepat dan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengambil kebijakan yang proporsional.

Anggaran responsif gender adalah anggaran yang mengakomodasi keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mengontrol sumber-sumber daya serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam menikmati hasil pembangunan. Anggaran responsif gender merupakan penyusunan anggaran guna menjawab secara adil kebutuhan setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan (Kemenkeu, 2011). Dalam konteks anggaran responsif gender, di mana fokusnya adalah pada anggaran sebagai instrumen kebijakan ekonomi makro, maka diperlukan pemahaman mengenai peran perempuan dalam ekonomi baik makro maupun mikro yang akan menjadi reformulasi yang tepat dan menetapkan kebijakan dan garis anggaran(The European Women’s Lobby, 2004).

Penganggaran gender bertujuan untuk menganalisis segala bentuk pengeluaran publik dan pendapatan dari perspektif gender, yakni mengidentifikasi implikasi yang berbeda pada pendapatan dan belanja publik terhadap anak perempuan, perempuan, dan berbagai kelompok perempuan. Penilaian anggaran berbasis gender dilakukan dengan cara menggabungkan perspektif gender pada semua tingkat proses anggaran dan juga pada proses restrukturisasi penerimaan dan pengeluaran dalam rangka mempromosikan kesetaraan gender (Quinn, 2009). Akan tetapi, penganggaran gender tidak dimaksudkan untuk membuat anggaran yang terpisah untuk perempuan. Tujuan akhir dari penganggaran gender adalah untuk membentuk anggaran yang ada sehingga perempuan dapat secara aktif mewujudkan kesetaraan gender (Rostanty, 2007).

Penerapan anggaran responsif gender merupakan strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Anggaran responsif gender berfokus kepada tujuan mewujudkan keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya, serta mewujudkan kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan. Untuk itulah, anggaran responsif gender diharapkan mampu mengakomodasi 2 (dua) hal berikut ini: 1) Keadilan bagi perempuan dan laki-laki (dengan mempertimbangkan peran dan hubungan gendernya) dalam memperoleh akses, manfaat (dari program pembangunan), berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya; 2) Kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki terhadap kesempatan/peluang dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan (Kemenkeu, 2011).

Pandangan umum di masyarakat menilai bahwa anggaran responsif gender hanya terfokus pada penyediaan anggaran dengan jumlah tertentu untuk pengarusutamaan gender. Padahal anggaran responsif gender juga berusaha untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana anggaran keseluruhan dapat memberikan manfaat yang adil untuk laki-laki dan perempuan. Ini berarti bahwa anggaran responsif gender memiliki penjabaran sebagai berikut : 1) anggaran responsif gender bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan; 2) anggaran responsif gender sebagai pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan status, peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan; 3) anggaran responsif gender bukanlah dasar yang “valid” untuk meminta tambahan alokasi anggaran; 4) Adanya anggaran responsif gender tidak berarti adanya penambahan dana yang dikhususkan untuk program perempuan; 5) Bukan berarti bahwa alokasi anggaran responsif gender hanya berada dalam program khusus pemberdayaan perempuan; 6) anggaran responsif gender bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki – 50% perempuan untuk setiap kegiatan; 7) Tidak harus semua kebijakan/output mendapat koreksi agar menjadi responsif gender, namun ada juga yang netral gender (Kemenkeu, 2011).

Dalam penerapannya, anggaran responsif gender memerlukan analisis yang mendalam atas anggaran dari sudut pandang kebutuhan berdasarkan gender. Analisis ini merupakan tahap penting karena pada tahap ini akan diketahui kebutuhan sebenarnya dari laki-laki dan perempuan sehingga dapat diambil kebijakan anggaran yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan.

Tahapan lainnya setelah dilakukan analisis adalah dengan melakukan restrukturisasi terhadap anggaran berdasarkan analisis gender yang telah dilakukan. Langkah selanjutnya, hasil restrukturisasi anggaran dipergunakan sebagai dasar dalam melakukan analisis terhadap anggaran yang berdasarkan pada perspektif gender. Disamping itu, proses penganggaran juga harus mencerminkan adanya partisipasi pengguna anggaran dan mengharuskan adanya komitmen berkelanjutan dalam penerapan anggaran responsif gender.

Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai tiga tahapan aktivitas penganggaran gender, yaitu: pertama, Analisis anggaran dari perspektif gender. Analisis anggaran diperlukan untuk menunjukkan bahwa pria dan wanita terkena dampak berbeda dari anggaran secara berbeda. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam analisis anggaran adalah menghasilkan sebuah laporan terpisah menurut jenis kelamin dari pengguna akhir atau penerima program anggaran. Lebih lanjut jika dipandang dari perspektif gender, analisis anggaran diharapkan dapat menunjukkan tentang : (a) sejauh mana anggaran telah memenuhi kebutuhan penerima; (b) kebutuhan gender dan peran penerima anggaran berkontribusi pada tingkat kepuasan; (c) tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh orang-orang dalam kelompok sasaran yang belum mengakses layanan; (d) sejauh mana anggaran telah berkurang, memperburuk atau meninggalkan ketidaksetaraan gender yang tidak berubah; (e) hubungan antara kebijakan kesetaraan gender  dengan keputusan anggaran; dan (f) mengapa anggaran perlu mempertimbangkan tingkat partisipasi yang berbeda dari perempuan dan laki-laki dalam bidang ekonomi (Quinn, 2009).

Kedua, restrukturisasi anggaran berdasarkan analisis gender. Tujuan dalam tahap ini adalah mengupayakan adanya restrukturisasi anggaran dengan memperhitungkan aspek gender. Kebijakan kesetaraan dan penyelarasan distribusi sumber daya anggaran diperlukan untuk memperbaiki ketidakadilan berdasarkan gender. Setelah diperoleh hasil bahwa terdapat dampak yang berbeda dari anggaran pada wanita dan pada pria, maka penyusun anggaran memiliki kewajiban untuk memasukkan gender sebagai kategori analisis dalam proses anggaran.

Ketiga, Pengarusutamaan gender untuk melakukan analisis dalam proses anggaran. Penganggaran gender bukan hanya tentang isi dan jumlah anggaran, melainkan juga tentang proses keterlibatan dalam pembuatan anggaran. Misalnya adalah tentang bagaimana keputusan anggaran dibuat, tentang asumsi informasi anggaran, tentang siapa yang membuat keputusan dan siapa yang mempengaruhi keputusan dan itu adalah tentang siapa yang akan menolah untuk dipengaruhi. Perubahan awal menuju kesetaraan gender memerlukan perubahan struktur dan proses yang telah terbukti mendukung untuk menghilangkan ketidaksetaraan gender. Sistem penggaran yang semula netral gender dan bias gender harus diubah menjadi sensitif gender dan responsif gender. Tahap ini mementingkan pada adanya pengarusutamaan gender dan juga bertujuan agar hasil yang diperoleh pada tahap sebelumnya tidak menjadi sia-sia. Pengarusutamaan penganggaran gender memerlukan komitmen berkelanjutan dalam memahami gender, yang meliputi kesediaan untuk melakukan analisis, konsultasi, dan penyesuaian kembali anggaran yang berkelanjutan dengan memperhitungkan perubahan kebutuhan laki-laki, perempuan, anak laki-laki dan perempuan.

Anggaran Responsif Gender Dalam Bidang Pendidikan

Penganggaran yang responsif gender bukanlah tujuan, melainkan sebuah kerangka kerja atau alat analisis kebijakan anggaran untuk mewujudkan kesetaraan gender melalui proses-proses penentuan alokasi yang proporsional atau berkeadilan. Penerapan anggaran responsif gender dalam struktur penganggaran pada penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran ditempatkan pada tingkat program dan kegiatan, Hal ini berarti pada saat penyusunan program sudah ditentukan sasaran dan kegiatan yang mempertimbangkan perspektif gender dan menerapkan analisis gender. Dalam penganggaran ini, turut dilampirkan Gender Budget Statement (GBS) yang isinya merefleksikan kegiatan yang akan dilakukan Kementerian/ Lembaga (K/L) dalam menangani persoalan gender dalam konteks suatu program.

Dalam bidang pendidikan, penerapan pengarusutamaan gender diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 84 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan. Setiap unit kerja di bidang pendidikan diharuskan mengintegrasikan pengarustamaan gender dalam melakukan setiap proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, dan program pembangunan (Depdiknas, 2008).

Pengarusutamaan gender di bidang pendidikan adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan bidang pendidikan. Pengarusutamaan gender di bidang pendidikan dilakukan pada aspek-aspek berikut ini :  (1) manajemen Sekolah, yang meliputi organisasi dan budaya sekolah, sarana dan prasarana, administrasi sekolah, kebijakan dan pengelolaan sekolah; (2) proses pembelajaran; perencanaan pembelajaran, penyusunan bahan ajar, perilaku guru, dan metode/pendekatan dalam pembelajaran, evaluasi dalam pembelajaran; (3) peran serta masyarakat dalam pendidikan di sekolah (Puspitawati, 2011)

Melalui pengarusutamaan gender bidang pendidikan ini diharapkan seluruh aspek pembangunan pendidikan menjadi responsif gender dan lebih menjamin persamaan hak perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses pelayanan pendidikan, berpartisipasi aktif secara seimbang, memiliki kontrol yang sama terhadap sumber-sumber pembangunan, menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan pendidikan.

Sebagaimana keharusan bagi setiap satuan kerja dalam bidang pendidikan untuk melaksanakan pendidikan berdasarkan perspektif gender, setiap satuan kerja pendidikan berwawasan gender haruslah satuan pendidikan yang memperhatikan secara seimbang kebutuhan spesifik untuk anak laki-laki dan anak perempuan, pada aspek akademik, sosial, lingkungan fisik, dan partisipasi masyarakat. Kebutuhan akan adanya satuan kerja pendidikan yang berwawasan gender dipengaruhi oleh adanya fakta bahwa : (1) kebijakan sekolah cenderung netral gender dan bahkan bias gender, yang berdampak terhadap tingkat perbedaan perolehan manfaat antara laki-laki dan perempuan; (2) masih terdapat bahan ajar yang mengandung stereotipe gender yang menguatkan perilaku bias gender di masyarakat; (3) perilaku guru yang belum sensitif gender, yang berdampak pada bentuk-bentuk perilaku yang bias gender; (4) penataan sarana dan prasarana di sekolah yang belum memperhatikan kebutuhan spesifik perempuan dan laki-laki; (5) keterwakilan anggota masyarakat dalam komite sekolah dan dewan pendidikan masih didominasi oleh laki-laki yang biasanya berasal dari kelompok kaya. Adanya satuan kerja pendidikan berwawasan gender diharapkan dapat mewujudkan kesempatan pendidikan yang adil dan setara adil pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, dapat mendorong peningkatan mutu dan efisiensi melalui pemberdayaan potensi perempuan dan laki-laki secara optimal, dan memperkecil ketimpangan gender terutama pada jurusan/program studi dan bidang kejuruan (Puspitawati, 2011)

Anggaran pendidikan berperspektif gender adalah penggunaan atau pemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mecapai kesetaraan dan keadilan gender bidang pendidikan. Anggaran yang responsif gender bidang pendidikan diarahkan untuk membiayai program, proyek, dan kegiatan pendidikan yang dapat memberikan manfaat secara adil bagi perempuan dan laki-laki, serta dialokasikan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan praktis dan atau kebutuhan strategis gender yang dapat diakses oleh perempuan dan laki-laki.

Teknik penyusunan penganggaran yang responsif gender dapat dilakukan melalui dua tahap, yaitu: tahap analisis gender; dan tahap penyusunan gender budgeting statement (Kemenkeu, 2011). Dalam penerapan pada anggaran pendidikan berperspektif gender, maka juga dapat dilakukan tahap serupa yang akan dijabarkan dalam dua tahap dibawah ini:

 

Tahap analisis gender

Hal pertama yang harus dilakukan dalam proses perencanaan dan penganggaran agar responsif gender bidang pendidikan adalah menganalisis adanya isu atau kesenjangan gender dalam output kegiatan. Pada tahap analisis ini diperlukan piranti atau alat untuk menganalisis gender, seperti model alat analisis Gender Analysis Pathway (GAP). Gender Analysis Pathway (GAP) adalah salah satu alat analisis gender yang dapat digunakan untuk membantu para perencana pendidikan dalam menyusun kebijakan atau program kegiatan pendidikan responsif gender melalui analisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-Iaki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan tersebut (Puspitawati, 2007).

 Metode Gender Analysis Pathway (GAP) terdiri dari 9 langkah, yaitu: a) melakukan analisis kebijakan, program, kegiatan/sub kegiatan serta tujuan dan sasaran yang ada dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) satker pendidikan. Program yang dipilih adalah program berisi kegiatan dan output yang memiliki isu gender bidang pendidikan. Selanjutnya, ditetapkan tujuan sesuai dengan apa yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran. 2) mengidentifikasi data dan informasi yang terpilah atau yang sensitif gender, berkaitan dengan kegiatan dan tujuan pada langkah pertama sehingga membuka wawasan dalam melihat kesenjangan yang terjadi berkaitan dengan kegiatan yang ditulis pada kolom pertama tersebut. Sumber data dan informasi itu dapat diambil dari statistik sektor yang terkait, laporan, hasil survei, yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. 3) mengidentifikasi isu gender atau kesenjangan dilihat dari analisis situasi terhadap aspek akses, peran, kontrol dan manfaat terkait dengan kegiatan yang akan disusun anggaran responsif gendernya dan tercantum pada langkah pertama (Dinsos Kalteng, 2012).

Analisis terhadap akses, partisipasi, manfaat, dan penguasaan menurut Puspitawati (2007) mengandung pengertian sebagai berikut : pertama) akses (access) pada pendidikan mengacu pada pertanyaan apakah semua anak laki-laki dan perempuan memperoleh akses atau peluang yang sarna dalam pendidikan; kedua, partisipasi (participation) dalam pembangunan pendidikan mengacu pada pertanyaan apakah laki-Iaki dan perempuan dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan pendidikan; ketiga) penguasaan (control) terhadap pembangunan pendidikan mengacu pada pertanyaan apakah laki-Iaki dan perempuan mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan bagi dirinya terkait bidang pendidikan; dan keempat) manfaat (benefit) pembangunan pendidikan mengacu pada pertanyaan apakah laki-Iaki dan perempuan telah memperoleh manfaat dari pembangunan pendidikan. Isu gender dilihat dari data dan informasi pada langkah kedua. Isu gender tersebut bisa saja pada salah satu aspek, dua aspek atau bahkan ke empat aspek tersebut tergantung dari fakta yang ada.

Kelima, melakukan identifikasi faktor penyebab terjadinya kesenjangan atau isu pendidikan yang telah dicantumkan pada langkah ketiga dilihat dari internal institusi yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan yang telah dicantumkan pada langkah pertama. Faktor penyebab tersebut diamati dari kapasitas institusi pendidikan, kebijakan pendidikan yang telah dibuat, pemahaman dan keterampilan sumber daya manusia terkait dengan strategi pengarusutamaan gender di bidang pendidikan

Keenam, melakukan identifikasi faktor penyebab eksternal yang dapat dilihat dari luar institusi terutama pada tahap pelaksanaan program di masyarakat seperti adanya mitos, stigma dan lain sebagainya. Ketujuh, melakukan reformulasi tujuan kegiatan bila tujuannya belum responsif gender, akan tetapi bila tujuan yang dicantumkan pada langkah pertama sudah responsif gender, maka tujuan tersebut ditulis ulang pada langkah keenam. Kedelapan, menyusun rencana aksi atau upaya secara sistematis untuk merespon isu (kesenjangan) gender serta faktor penyebabnya yang teridentifikasi pada langkah ketiga sampai dengan langkah kelima, serta menghilangkan atau meminimalkan faktor penyebab baik internal maupun eksternal dalam rangka mencapai tujuan. Kesembilan, menentukan data dasar yang akan dipakai sebagai acuan atau dasar untuk mengukur kemajuan dan data atau informasi yang dapat dilihat dari langkah kedua. Kesepuluh,   menentukan indikator capaian baik untuk jangka pendek (satu tahun) sebagai indikator output maupun indikator hasil atau outcomes yang dapat dicapai dalam jangka menengah (lima tahun).

Untuk lebih ringkasnya, sembilan langkah dalam alur kerja Gender Analysis Pathway (GAP) digambarkan sebagai berikut:

Penyusunan Gender Budget Statement (GBS)

Setelah dilakukan identifikasi terhadap isu atau kesenjangan gender yang ada pada level output kegiatan melalui analisis gender, maka informasi yang ada kemudian dimasukkan ke dokumen Gender Budget Statement. Gender Budget Statement (GBS) adalah dokumen pertanggungjawaban spesifik gender yang disusun pemerintah yang menunjukkan kesediaan instansi untuk melakukan kegiatan berdasarkan kesetaraan gender dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan-kegiatan tersebut (Menegpp, 2010). Gender Budget Statement merupakan dokumen yang harus dilampirkan ketika satuan kerja dan kementerian mengajukan Rencana Kegiatan dan Anggaran kepada Kementerian Keuangan. Gender Budget Statement  memberikan informasi tentang apakah suatu kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang dihadapi, dan apakah telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk menangani permasalahan gender tersebut. Analisis situasi untuk melihat isu gender yang telah disusun melalui metode Gender Analysis Pathway harus digambarkan dalam sub kegiatan dalam format Gender Budget Statement. Transformasi dari Gender Analysis Pathway ke dalam Gender Budget Statement secara ringkas dijelaskan dalam tabel berikut ini:

 

Jika diuraikan lebih lanjut, isi Gender Budget Statement mencakup: 1) program, Kegiatan, Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) dan Output yang rumusannya telah sesuai hasil restrukturisasi program atau kegiatan. Program merupakan bentuk instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh satu unit organisasi dalam satu instansi, untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan serta memperoleh alokasi anggaran. Sedangkan Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu satuan kerja sebagai bagian pencapaian sasaran terukur pada suatu program yang terdiri dari sekumpulan tindakan, pengerahan sumberdaya (manusia, bahan dan alat, dana, teknologi) sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang atau jasa; 2) Tujuan output kegiatan yang merupakan reformulasi atas dicapainya output yang mencerminkan permasalahan kesenjangan gender; 3) Analisis situasi berisi tentang uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani oleh kegiatan yang menghasilkan output, yang berupa data pembuka wawasan, faktor kesenjangan, dan penyebab permasalahan kesenjangan gender, serta menerangkan bahwa output/suboutput kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran tertentu. Pada baris ini juga menjelaskan isu gender pada suboutput/komponen yang merupakan bagian dalam pencapaian output. Isu gender dapat dilihat pada data GAP yaitu isu yang menggunakan 4 (empat) aspek yaitu: akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pada level suboutput/komponen. Analisis situasi diharapkan memyediakan angka tentang kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan, jika tidak ada, bisa hanya berupa gambaran bahwa subkegiatan yang akan dilaksanakan mempunyai pengaruh terhadap kelompok sasaran. 4) Rencana aksi yang terdiri atas suboutput/komponen input. Komponen input berisikan bagian atau tahapan kegiatan yang diharapkan dapat menangani masalah gender yang telah diidentifikasi dalam analisis situasi. Tidak semua suboutput/komponen input yang ada dicantumkan, tetapi dipilih hanya suboutput/komponen input yang secara langsung mengubah kondisi kearah kesetaraan gender. Indikator input adalah jumlah sumberdaya seperti dana, sumber daya manusia, peralatan dan bahan, serta masukan lain yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Dalam kolom indikator input minimal berisikan 1 (satu) indikator untuk bagian/tahapan kegiatan yang relevan dengan masalah gender yang telah diidentifikasi. Jika output tersebut mempunyai suboutput, bagian ini menerangkan tentang suboutput yang terdapat isu gendernya. Namun jika tidak mempunyai suboutput, maka bagian ini menerangkan komponen yang terdapat isu gendernya. Indikator output adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian tujuan sasaran program dan kebijakan. Dalam kolom indikator output minimal berisikan satu indikator output untuk bagian kegiatan yang relevan dengan persoalan gender yang telah diidentifikasi. 5) jumlah alokasi anggaran untuk pencapaian outputnya; 6) indikator outcome adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output dari kegiatan dalam suatu program. Dalam kolom indikator outcome minimal berisikan 2 (dua) indikator outcome untuk bagian/tahapan kegiatan. Dampak/hasil output kegiatan (outcomes) merupakan dampak/hasil secara luas dari pencapaian output kegiatan, dan dikaitkan dengan isu gender serta perbaikan ke arah kesetaraan gender yang telah diidentifikasi pada bagian analisis situasi (Kemenkeu, 2011)

Penyusunan gender budget statement merupakan tahap penting dalam penganggaran responsif gender karena pada tahap ini telah terjadi pengintegrasian isu gender yang telah dilakukan analisis sebelumnya dengan alokasi dana anggaran yang ada pada satuan kerja pendidikan. Gender budget statement yang disusun telah menunjukkan bahwa komitmen pemerintah untuk melaksanakan pengarusutamaan gender pada segala bidang terutama bidang pendidikan telah mencapai pada tataran teknis dan operasional sehingga keputusan/kebijakan yang dikeluarkan oleh satuan kerja pendidikan tidak lagi bersifat netral gender tetapi responsif gender.

Kesimpulan

Anggaran responsif gender berusaha untuk menjawab penyusunan kebutuhan anggaran yang berdasarkan keadilan dan kesetaraan gender bagi setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan. Anggaran pendidikan berperspektif gender merupakan  penggunaan atau pemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mecapai kesetaraan dan keadilan gender bidang pendidikan. Penyusunan anggaran berbasis gender bidang pendidikan dilakukan dengan cara menggabungkan perspektif gender pada semua tingkat proses anggaran.

Teknik penyusunan penganggaran yang responsif gender dapat dilakukan melalui dua tahap, yaitu: tahap analisis gender dan tahap penyusunan gender budgeting statement. Melalui uraian dalam dua tahap teknik penyusunan penganggaran responsif gender, diharapkan penyusun anggaran pendidikan dapat melakukan analisis gender dan dapat mengintegrasikan isu gender ke dalam proses penganggaran. Uraian dalam kajian ini juga memberikan pemahaman atas konsep gender serta pentingnya perspektif gender bagi penentu kebijakan dalam membuat kebijakan publik. Selain itu, kajian ini memberikan penjelasan mengenai kesalahpahaman anggapan bahwa penganggaran gender dimaksudkan untuk membuat anggaran yang terpisah untuk pendidikan perempuan. Anggaran yang responsif gender bidang pendidikan diarahkan untuk membiayai program, proyek, dan kegiatan pendidikan yang dapat memberikan manfaat secara adil bagi perempuan dan laki-laki, serta dialokasikan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan praktis dan atau kebutuhan strategis gender yang dapat diakses oleh perempuan dan laki-laki.

 

DAFTAR PUSTAKA

Gibran , Joan M. and Alex Sekwat. 2009. Continuing The Search For A Theory Of Public Budgeting. Journal Of Public Budgeting, Accounting & Financial Management Vol. 21 (4), Hal : 617-644, Winter 2009

Hastuti, Dwi. 2010. Evaluasi Anggaran Responsif Gender Studi Alokasi Anggaran Responsif Gender Dalam Anggaran Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2008-2010. Skripsi Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.  Surakarta : Universitas Negeri Sebelas Maret

Ichii, Reina. 2010. Gender Responsive Budgeting in Education – Advocacy Brief. Bangkok: UNESCO Bangkok

Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2011. Modul Pelatihan Fasilitator Perencanaan dan Penganggaran Daerah yang Responsif Gender (PPRG). German Federal Ministry for Economic Development and Cooperation (BMZ)

Puspitawati, Herien. 2007. Pengarusutamaan Gender (PUG) Bidang pendidikan dalam Menyongsong Era Globalisasi. Makalah Seminar Loka karya Pengarusutamaan Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Menuju KuaJitas Kehidupan Berkelanjutan Kampus IPB Darmaga-10 September 2007

Puspitawati, Herien. 2011. Satuan Pendidikan Berwawasan Gender. Tim Pakar Gender Nasional Kementerian pendidikan dan kebudayaan RI

Quinn, Sheila.2009. Gender budgeting: practical implementation. Hanbook. Directorate General of Human Rights and Legal Affairs Council of Europe

Rostanty, Maya. 2007. Modul Pelatihan Mewujudkan Anggaran Responsif Gender. Jakarta : Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO)

Susiana, Sali. 2009. Integrasi Anggaran Responsif Gender (Gender Budgeting) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jurnal Kajian Vol. 14 No. 1, hal. 81-106

The European Women’s Lobby. 2004. Gender Budgeting : an overview by The European Women’s Lobby. http://www.womenlobby.org

Weinmann, Phil Ute . 2007. Implementation of gender budgeting in the Federal state of berlin. Ii Andalusian Conference On Economy And Budgeting With A Gender Perspective; Malaga, 12-13 December 2007

[Bappenas]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2012. Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender. http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/12207/, diakses tanggal 02 November 2012

[Depdiknas]. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 84 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan

[Dinsos Kalteng] Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah. 2012. Laporan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2010-2015

[Kemenkeu] Kementerian Keuangan. 2011. Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan Dan Penelaahan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Jakarta : Kemenkeu RI

[Menegpp] Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pedoman Perencanaan Dan Penganggaran Pada Pendidikan Islam Yang Responsif Gender

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *