Ada yang saya lupakan dalam perjalanan 3 bulan ini, yaitu : bersyukur. Sebuah fase yang baru saya ingat 3 hari lalu karena satu peristiwa.
Rabu pagi, saat saya mengajar, seorang mahasiswi yang sedang presentasi di depan kelas tiba-tiba saja pingsan. Memang, sejak awal kuliah, dia sudah meminta ijin dispensasi untuk tidak masuk kuliah lebih dari 3 kali jika memang jadwal kuliahnya berbarengan dengan jadwal kemoterapi. Ya. Dia sedang sakit leukimia. Sempat cuti semester sebelumnya karena koma. Dan baru saja hari senin kemarin dia suntik syaraf. Hari ini, dia memang memaksakan diri untuk masuk kuliah karena sedang jadwal presentasi. Dia pingsan. Lalu bangun sambil memegangi kepala karena kesakitan. Lalu pingsan lagi. Duh, saya jadi nelongso sambil mewek.
Peristiwa ini sebenarnya adalah puncak dari banyak peristiwa yang menampar saya secara keras untuk mengingatkan bahwa saya sering lupa bersyukur dan lebih banyak mengeluh. Sempat saya curhat di dinding facebook karena diberi jatah mengajar 17 SKS dan jarak yang berjauhan antara rumah di Batang dengan kampus 1 (20 menit) dan kampus 3 (60 menit). Lha kok saya baru tahu, ada dosen lain yang berharap mendapat jatah mengajar lebih banyak. Atau ada dosen lain yang menempuh jarak lebih jauh dari saya mulai dari semarang, pemalang, kudus, tegal, brebes, dan kota-kota lainnya.
Saat saya mengeluh karena untuk pertama kalinya mengajar di kampus yang banjir saat hujan deras tiba (karena lokasi kampus berada 10 menit dari pantai utara Jawa), saya malu karena mahasiswa dan pegawai di kampus ini seolah menganggap banjir adalah bagian dari rutinitas mereka dan yang diperlukan hanyalah : membeli sepatu boots plastik lalu melewati genangan air hujan bercampur rob air laut dengan tertawa.
Kadang hidup itu simpel, bagi orang-orang yang tidak pernah lupa bersyukur.
*plaakkk