Apakah anda pernah memutar satu lagu yang sama setiap hari selama beberapa bulan ?
Saya pernah.
Awal tahun 2010 adalah ketika saya mempunyai banyak momen penting dalam hidup saya. Ada dua kabar baik dan satu kabar buruk. Kabar baiknya, saya diterima sebagai pegawai dan mahasiswa di dua perguruan tinggi negeri berbeda di Kota malang. Kabar buruknya, saya patah hati. Lebih spesifik lagi, saya patah hati tingkat tinggi.
Adalah saya, perempuan naif dengan banyak khayalan, sedang mengalami apa yang disebut dengan cinta bertepuk sebelah tangan. Laki-laki itu adalah rekan di organisasi mahasiswa tempat dimana saya aktif selama saya menjadi mahasiswa. Laki-laki yang baik pada semua orang dan cenderung mementingkan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri. Laki-laki yang…ah…kalau saya ceritakan bisa jadi buku biografi setebal 500 halaman.
Intinya, saya jatuh cinta karena saya terbiasa berinteraksi dengannya. Saya memang tipikal orang yang tidak pernah percaya ada cinta pada pandangan pertama. Saya tipikal orang yang percaya bahwa cinta ada karena biasa. Dan jeleknya, saya tipikal orang yang penakut. Tidak pernah berani mencoba hal yang baru. Tidak mudah untuk bangkit ketika gagal tapi cenderung mengutuki diri sendiri di sudut kamar berdebu yang jarang dibersihkan.
Sialnya, dengan sederet keburukan saya itu, saya justru jatuh cinta pada orang yang tidak tepat. Saya jatuh cinta pada orang yang sudah mempunyai pasangan. Saya jatuh cinta pada orang yang tidak pernah mencintai saya. Meskipun saya terbiasa terluka, entah kenapa kali ini semacam tsunami besar yang melanda hidup saya hingga saya terlihat seperti orang yang menyedihkan selama beberapa bulan.
Lalu apa hubungan dengan satu lagu sama yang diputar setiap hari selama beberapa bulan ?
Kecenderungan orang yang sedih adalah dia akan mencari pembenaran atas kesedihannya. Saya tahu saat itu saya berada pada titik ‘lebay’ dalam hidup saya. Maka saya mencari teman senasib dan seperjuangan dalam novel, film dan lagu yang bercerita tentang patah hati. Pilihan jatuh pada lagu Sherina yang berjudul Simfoni Hitam. Lagu ini masuk dalam list rutinitas saya setiap hari selama beberapa bulan :
Bangun Tidur-Lagu Simfoni Hitam-Menangis-Mandi-Lagu Simfoni Hitam-Berangkat Kerja-Istirahat-Pulang Kerja- Mandi-Lagu Simfoni Hitam-Menangis-Berangkat Kuliah-Pulang Kuliah-Lagu Simfoni Hitam-Menangis-Tidur
List rutinitas saya hampir tidak berubah selama lebih dari tiga bulan. Ada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan oleh otak maupun anggota tubuh saya. Airmata saya mengalir tanpa bisa dihentikan meskipun saya sedang presentasi dalam salah satu mata kuliah. Saya sering blank di pinggir jalan tanpa harus tahu mau kemana. Dan saya hanya bisa mensugesti diri saya untuk bisa menghadapi ini sebagai salah satu siklus hidup saya dan menanamkan kata-kata ” Nikmatilah, Ria. Ini satu fase yang harus dilewati untuk menjadi dewasa”.
Satu minggu ini, saya tidak sengaja memutar ulang lagu Simfoni Hitam di youtube. Putaran pertama, saya menitikkan airmata, Putaran kedua, saya mulai bisa tersenyum. Putaran ketiga, satu film berputar di kepala saya. Adegan-adegan dengan setting kampus berputar berurutan. Putaran keempat, perjalanan kami ke Semeru tergambar jelas di depan mata saya. Memang ada hal yang belum selesai di Semeru yang harus saya ulangi lagi. Penyesalan karena tidak memiliki keberanian secara mental untuk melangkah melebihi kalimati. Penyesalan itu tidak pernah hilang dari ingatan saya. Saya harus kembali suatu saat nanti, untuk hal-hal yang belum selesai dalam hidup saya, sebelum saya memulai hidup saya dengan orang lain.
Semoga.