Aduh. Awalnya saya cuma ingin mengundang teman-teman dekat saya lewat inbox di facebook. Tapi karena Nur Fitriana telah membuat status panjang yang membuat saya terharu sekaligus tercemar di dunia maya (istilah apa ini?), maka saya akan mengkonfirmasi sekaligus memohon doa restu karena sampai H-17 ini undangannya belum tercetak. Saya dan Miqdam berencana menikah pada tanggal 26 Desember 2015. Monggo kalau berkenan rawuh. Saya akan senang sekali. Berbahagia dikelilingi orang-orang yang saya kenal di hari itu. Tapi mohon konfirmasi terlebih dahulu karena saya khawatir anda kehabisan makanan. Hehehehe.
Tapi sebelum itu, marilah kita berkenalan dengan diri saya. Ada dua Ria dalam diri saya. Anggap saja Ria A dan Ria B. Ria A bernama lengkap Ria Aneh dan Ria B bernama lengkap Ria Baik. Ria A mewakili sisi gelap dan otak liar saya. Sementara Ria B mewakili sisi terang dan sisi perempuannya yang normal. Si Ria A inilah yang selama ini terpuaskan dengan novel-novel yang ditulis perempuan seperti Ayu Utami, Dewi lestari, Elizabeth Gilbert, Leila S Chudori, dan sederet penulis perempuan yang dibeli bukunya dengan satu alasan : karena dia perempuan. Di dunia lainnya, Ria B dilingkupi oleh bacaan-bacaan dan nasehat-nasehat islami karena pernah di pesantren selama 6 tahun dan 5 tahun bekerja di lingkungan fakultas syariah.
Kebetulan si Ria memutuskan untuk menikah.
Alasan pertama, karena takut kehilangan seseorang yang sama anehnya dengan si Ria. Sepertinya Ria mulai takut menghabiskan hidup dalam kesepian akut tanpa ada lagi teman mengobrol yang mengerti isi kepalanya. Alasan kedua, barangkali memang ini sudah saatnya. Apalagi yang diharapkan orang tua dari anak perempuan yang sudah bekerja dan lulus s2 selain melihatnya menikah ? Melihat binar di mata orang tua Ria rasanya benar-benar lebay. Dan Ria semakin takut melihat uban-uban yang semakin banyak bermunculan di rambut orang tuanya sementara Ria merasa belum pernah memberikan kebahagiaan apa-apa.

Maka ketika Nur Fitriana mengatakan sebaiknya Ria membukukan kisah mereka, Ria cuma khawatir kisah ini akan begitu membosankan. Ria membayangkan kisah ini akan berada di tumpukan buku obral berdebu yang ada di sudut toko buku tanpa ada yang meliriknya. Kenapa ? Karena 10 bab pertama buku ini barangkali hanya berisi adegan-adegan diskusi panjang lebar lewat telepon tentang visi misi hidup, gender, dunia politik mahasiswa, konsep keperawanan, pendampingan pedagang pasar tiban dan kasus orang-orang yang akan bercerai di LBH ditempat Miqdam magang.

Tidak ada yang bisa dijual dari kisah mereka. Tidak ada adegan dramatis dan romantis disana. Semua mengalir dengan alur lambat dan apa adanya. Kisah ini seperti air sungai. Mengalir ke laut dan bercampur dengan bermacam harapan, abu manusia yang dikremasi, serta sampah-sampah yang ukurannya hampir menandingi ukuran sebuah pulau. Saat ini mereka sedang membuat proposal dan meminta ACC dari Tuhan untuk membuatnya menjadi nyata.
Doakan lancar ya, teman.
NB : untuk pertengkaran Ria A dan Ria B akan saya ceritakan di bagian berikutnya.
Malang, 09 Desember 2016