: sebuah komentar singkat atas karya Andi Nyalam
Seperti nada, kali ini puisi M. Andiyono hadir dengan lebih berirama, bahkan bisa dibilang, dalam kurang lebih 50-an jumlah puisi yang tergabung dalam kumpulan puisi “Gara-gara Secangkir Wajahmu Aku tidak Bisa Tidur”, Nada-nada M. Andiyono hadir dengan irama lembut seumpama tiupan seruling. Nada-nada ini tetap mengalir seperti ciri khasnya, yang kadang-kadang memilih kata-kata seenaknya walaupun sering kurang pas. Tapi apapun itu, nada-nada yang telah dibentuk oleh puisi M. Andiyono tetap dapat dinikmati sebagai teman pengganti secangkir kopi yang bisa membuat kita tidak tidur.
Berbeda dengan kumpulan-kumpulan puisi M. Andiyono sebelumnya, ciri khas puisi dengan kata-kata yang cenderung “nakal” ternyata agak tereleminasi dari kumpulan puisinya kali ini. Entah ini kebetulan atau ini disengaja, tapi saya pribadi merasa sisi “lembut” seorang M. Andiyono begitu mendominasi .Bahkan menurut saya, puisi-puisi M. andiyono kali ini lebih memiliki jiwa seolah-seolah si empunya puisiĀ sedang jatuh cinta atau malah mungkin benar-benar jatuh cinta.
Lihat saja cuplikan nada dari salah satu puisinya yang saya suka.
Nada itu mengetuk hatiku yang lugu,
menciptakan irama madu.
Lahir langsung dari bibirmu yang rupawan,
dan menyampaikan pesan-pesan mesra
untuk didengarkan setengah malam.
Setengah malam yang mengembang
jadi pintalan benang-benang berwarni,
dan ada suatu alasan
yang akan membawakan sisa kantuk
pada peraduan nyenyak.
Ketukan itu mengalun merdu,
seirama dengan rasa seni yang rendahan.
Dan ada aku yang menanti hujan reda,
untuk mengimbangi ketukan itu.
Bagaimanapun, saya hanya penikmat puisi yang tidak memiliki hak untuk menilai sebuah puisi. Saya hanya merasakan apa yang bisa didengar hati dari puisi-puisi yang saya baca. Bagi saya, Menulis puisi adalah sekolah tinggi ilmu kejujuran, karena menulis puisi adalah menyampaikan isi hati dengan sebenar-benarnya kata hati.
Mari terus menulis !!!