Kisah-Kisah Sedih dalam Perempuan Pala & Serumpun Kisah Lain dari Negeri Bau dan Bunyi

perempuan-pala
Saya membeli buku ini setelah membaca judulnya : Perempuan Pala & Serumpun Kisah Lain dari Negeri Bau dan Bunyi. Tentu saja saya tidak mengenal Azhari, penulis buku ini. Karena saat Azhari sedang produktif menulis cerpen yang dimuat di koran-koran nasional dalam rentang waktu 2001-2005, saat itu saya hanya membaca majalah Annida dan novel-novel teenlit semacam Fairish & Eiffel I’m In love.

Buku ini hampir dua bulan menginap di ransel. Terbawa kemana-mana tanpa bisa menyelesaikan isinya dalam sekali duduk. Ya. Buku ini sangat berat. Bukan karena jumlah halamannya. Tapi karena kisah-kisah yang disajikan didalamnya. Saya menyelesaikan satu cerita. Menghela napas dalam. Melakukan aktivitas lainnya sambil berusaha melupakan kisah sedih yang sudah saya baca. Lalu kembali melanjutkan cerita lainnya saat saya telah siap. Berhenti lagi. Membaca lagi. Begitu seterusnya sampai satu halaman akhir yang tersisa.
Kisah-kisah yang disajikan terbilang pendek. Bahkan beberapa kisah sangat pendek karena hanya terdiri dari 1 sampai 2 halaman. Keseluruhan cerita dalam buku ini menyajikan kisah sedih karena dua hal : kehilangan dan kematian. Kau bisa saja kehilangan orang-orang yang kau cintai dalam peristiwa-peristiwa yang tidak kau duga. Misalnya, saat air meluap karena lautan yang marah. Kau juga bisa kehilangan seseorang lainnya saat kau mengadakan kenduri untuk mendoakan kematian orang yang kau cintai.
Kau bisa menghilang tiba-tiba. Bersama barisan yang datang dengan deru. Lalu mereka mengetuk pintu rumahmu dan kau menjadi orang yang terpilih untuk dibawa tanpa pernah kau tahu apa alasannya. Saat itu kau bisa saja sedang memasak sayur asam pedas kesukaan suamimu, yang telah menghilang beberapa hari sebelumnya. Atau saat kau sedang merayakan hari pernikahanmu. Kau juga bisa ‘dimatikan’ hanya karena hampir separuh desa terkena wabah penyakit sedangkan kau tidak terkena sama sekali.
Meskipun Azhari tidak pernah menyebutkan lokasi kisah-kisah di buku ini secara detail, tapi gambaran gunung, hutan, konflik antara militer dan rakyat sipil, nama-nama tokoh, dan sepatah dua patah kata berbahasa daerah sudah bisa membuatmu menduga. Kisah-kisah sedih ini terjadi di ujung barat negeri ini. Tanah dengan pemandangan indah dan kekayaan alam namun tidak pernah lepas dari perang sejak dua ratus tahun silam.
Membaca buku ini akan membuatmu ikut bersedih. Kisah-kisah sedih di buku ini mengingatkanmu pada seorang anak kecil yang terluka dan marah karena diperlakukan tidak adil oleh ibunya.
Ibu Pertiwinya.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *