Malang, Dua Belas Tahun Perjalanan

Alun-Alun Tugu Kota Malang

Dua hari ini saya memang agak geje. Lantaran tahun depan saya mungkin tidak lagi tinggal di kota ini. Saya pernah bermimpi untuk tinggal di kota ini hingga saya tua nanti. Karena bagi saya kota ini memiliki kriteria ideal untuk ditempati.

Pertama, kota ini hanya berjarak dua sampai tiga jam dari Jombang dan Blitar, dua kota tempat orang tua dan keluarga saya tinggal. Kedua, karena cuaca yang pas, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Ketiga, karena Malang adalah sebuah kota pelajar yang sedang terus berkembang. Ada atmosfir kehidupan mahasiswa yang membuat saya tampak selalu terlihat muda : komunitas-komunitas dan banyak acara yang menarik untuk ikut bergabung dan berproses di dalamnya. Keempat, tempat-tempat kuliner dan wisata yang serasa tidak pernah ada habisnya untuk dikunjungi. Barangkali itulah mengapa saya begitu mencintai kota ini.

Aduh, saya jadi melow lagi. Dua belas tahun bukan waktu yang sebentar. Pasti saya bakal kangen sama banyak hal. Jalanan kota Malang : jalan Ijen, jalan Veteran, jalan Jakarta, jalan Surabaya, dan jalan Sigura-gura. Gerobak lalapan dan nasi goreng. Bakso bakar. Pangsit mie Dempo. Cilok Pak Koboi. Angkringan dan warung kopi di pinggir jalan. Singo Edan Arema dan Aremania. Kosa kata bahasa walikan : ayas, umak, kodew, nakam, ngalup. Kios buku jalan Wilis. Angkot biru yang kadang ngebut atau berhenti lama. Kemacetan di sekitar kampus karena wisuda dan ujian masuk mahasiswa baru. Hawa dingin saat bulan agustus dan september. Dan lain-lain. Dan lain-lain.

Teringat pertama masuk kota Malang untuk kuliah di UM pada tahun 2005 dan bertekad untuk lebih lama tinggal di sini. Mengikuti perkuliahan pada siang hari lalu belajar menulis dan berorganisasi pada malam hari. Lulus kuliah pada tahun 2009, berbekal SKL, saya menyebar amplop lamaran di banyak lowongan pada sebuah halaman koran lokal. Lalu nyantol di salah satunya. Menjadi admin di sebuah pabrik bergaji 500 ribu dengan 6 hari kerja dan jam kerja mulai jam 6 pagi sampai jam 6 sore. Tiga bulan setelahnya, atas desakan orang tua yang tidak tega, saya akhirnya keluar dari pekerjaan pertama ini.

Setelah itu, bulan januari 2010, saya iseng melamar pegawai kontrak di UIN Malang yang sedang membuka formasi staf pengendali akuntansi. Dan tanpa diduga, saya diterima. Saat itu berbarengan dengan ujian masuk Joint Program PPAk-Pascasarjana FEB UB. Jadilah saya kerja di hari senin sampai sabtu lalu kuliah malam selama satu tahun serta kuliah akhir pekan selama setengah tahun. Dan di hari minggu, saya sempatkan untuk jalan-jalan serta wisata kuliner. Maklum, selama kuliah, uang saku saya pas-pasan. Jadi, saat-saat awal mempunyai penghasilan sendiri, saya semacam balas dendam dengan melakukan banyak hal yang tidak bisa saya lakukan ketika kuliah.

Awalnya, saya memberi target diri sendiri untuk bekerja di UIN hanya dua tahun sambil menunggu saya lulus kuliah. Lalu, target itu molor karena saya tidak juga bisa menyelesaikan tesis. Baru pada bulan mei tahun 2015, saya resmi lulus magister. Dan di akhir tahun 2015, saya memutuskan menikah dengan orang Batang. Tahun 2016-2017 ini kami menjalani pernikahan dengan hubungan jarak jauh. Kadang suami yang ke Malang. Kadang saya yang ke Batang. Kami jadi pelanggan setia bus malam dan kereta api di akhir pekan. Berkumpul bersama pejuang-pejuang LDR lainnya.

Tanpa terasa, waktu berjalan sangat cepat. Begitu banyak hal berharga yang saya pelajari selama 8 tahun bekerja di sini, termasuk pembelajaran untuk menjadi lebih dewasa dalam menghadapi berbagai masalah. Tapi semua ini, pekerjaan dan kehangatan kota ini, membuat saya lupa dan tidak mau keluar dari zona nyaman. Dan ketika tersadar, ternyata teman-teman saya telah berlari dengan kehidupan dan mimpinya masing-masing.

Delapan tahun lamanya saya telah bekerja di sini. Dua belas tahun lamanya saya telah tinggal di kota ini. Saatnya berkemas. Demi daftar mimpi-mimpi yang sudah saya susun di kepala. Demi, dia. Karena saya tahu, hidupnya dan apa yang dia perjuangkan, ada di sana.

 

 

*ditulis saat duduk di bangku Alun-Alun Kota malang hari minggu sore, sambil menikmati udara malang di kala petang dan celotehan anak-anak kecil yang sedang tertawa riang.

You may also like

2 Comments

  1. Hai mbak. Saya baca ini jadi ikutan bernostalgia haha.
    Saya dulu juga kuliah di Malang, 4 tahun. Setelah itu sempet kerja di Jakarta 1 tahun doang eh ga cocok trus balik lagi kerja di Malang 2 tahun.
    Banyak kenangan di Malang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *