Ketika kamu sendirian, terdesak, serta harga diri dan nyawamu terancam, apa yang akan kamu lakukan ? Pertanyaan itulah yang terus membekas di ingatan saya ketika saya selesai menonton film Marlina, Si Pembunuh Dalam Empat Babak. Ada kegelisahan yang tidak mau hilang bahkan ketika saya terbangun keesokan harinya. Film tentang seorang perempuan dalam rentang waktu yang pendek tapi bisa menceritakan begitu banyak penderitaan dan persoalan-persoalan tentang perempuan.
Dari sejak awal film, kita disuguhkan oleh percakapan tanpa basa-basi. Pada babak pertama, Seorang laki-laki bernama Markus datang ke rumah Marlina dan mengatakan akan mengambil hewan peliharaan Marlina untuk membayar hutang suaminya yang telah meninggal. Dam jika masih ada waktu, Markus bersama dengan tujuh temannya akan bergantian tidur dengannya. Marlina yang hidup sendirian di puncak bukit dengan akses yang sulit hanya untuk naik kendaraan ke desa lainnya, mulai memutar otak dan mencari cara agar dirinya bisa selamat malam itu. Dengan memantapkan hati, Marlina mengambil biji beracun di dalam lemari dan mencampurnya dalam kuah sop panas yang disajikan untuk para perampok yang datang ke rumahnya.
Ketika Markus hendak memperkosanya, Marlina mengambil parang dan memotong kepalanya. Setelah semua pembunuhan terjadi malam itu, Marlina menenteng kepala sang laki-laki dan bermaksud menyerahkan diri pada polisi yang jaraknya sangat jauh dari puncak bukit tempat dia tinggal. Perjalanan penyerahan diri inilah yang kemudian menjadi cerita babak kedua dan ketiga dalam film Marlina, Si Pembunuh Dalam Empat Babak.
Baca juga : Tentang Kesetiaan Dalam Film Ziarah
Sekalipun tanpa banyak percakapan dan emosi tangis yang berlebihan, film ini tampak begitu menyedihkan dan mencekam. Semacam menyuguhkan penderitaan demi penderitaan dalam diam dan tanpa tangisan. Film ini beraroma feminis yang digarap ala film ‘koboi’ Amerika. Untungnya, kondisi geografis yang digambarkan di film ini memang mirip-mirip dengan film koboi Amerika yang cenderung digambarkan padang kering minim pepohonan. Apalagi lagu soundtrack film ini yang dinyanyikan oleh ZEKE KHASELI & YUDHI ARFANI feat. CHOLIL MAHMUD, yang nada-nadanya mengingatkan saya pada film koboi. Saya menganggap film ini sebagai salah satu film ‘tragis’ Indonesia terbaik yang pernah saya tonton.