Berbeda dengan bedah buku sebelumnya yang lebih membahas puisi-puisi yang bertema hujan, bedah buku ada hujan turun pelan-pelan kali ini lebih banyak membahas puisi-puisi saya yang tidak bertema hujan. Buku saya kali ini dibedah berbarengan dengan 5 buku lainnya dalam parade buku-buku sastra yang diselenggarakan oleh Pelangi Sastra Malang pada tanggal 14-15 Januari 2015.
Adalah Misbahus Surur, seorang dosen bahasa arab UIN Malang sekaligus juga pegiat sastra di Trenggalek, yang membedah buku saya. Kebetulan saya memang mengenalnya setahun belakangan karena berteman lewat facebook dan sempat bertemu beberapa kali di acara-acara sastra. Buku saya dibahas paling akhir. Ada 4 pembedah yang sudah menyiapkan ulasan buku yang dibahas dalam bentuk makalah singkat dan kebetulan buku saya dibedah paling terakhir tanpa disertai ulasan dalam bentuk makalah. Jadi saya catat saja pembahasan buku saya pada malam tersebut.
Mas surur memulai pembahasan dengan puisi saya yang berjudul “Cah Ayu”. Menurut Mas Surur, puisi ini bukan hanya tentang puisi sekilas, namun puisi yang bercerita dan ada riwayat di dalamnya. Selain puisi itu, ada puisi-puisi lain yang tidak hanya bercerita tentang romantisme hujan (tema mayoritas puisi di buku ini), yaitu “Inang Ronggeng”, “Jakarta untuk Mama”, dan “Nama-nama”. Tema-tema seperti ini sangat menarik dan bisa dikembangkan dengan lebih luas. Jadi saya diharapkan tidak hanya menulis tentang romantisme cinta tapi juga tema-tema lain yang unik seperti dalam puisi-puisi di atas.
Mas Surur menambahkan bahwa seharusnya puisi-puisi masa kini tidak hanya mengolah kata-kata tetapi juga dapat memuisikan tradisi dalam bait-bait panjang. Selain itu, kita bisa mengembangkan puisi bukan hanya pada diksi saja tapi juga memunculkan keunikan dengan mengolah puisi mulai dari tiap kata, tiap frasa, hingga tiap bait karena puisi yang indah adalah puisi yang isi dan diksinya sama-sama kuat. Di akhir pembahasan, Mas Surur menyarankan penulis untuk mengembangkan puisi dengan tema-tema yang unik dan tidak biasa. Salah satu caranya dengan membaca sekitar dan menangkap peristiwa-peristiwa di luar buku. Pembacaan sekitar ini juga diikuti dengan banyak membaca buku sebagai bahan referensi termasuk juga bereksperimen dengan teknik-teknik penulisan yang baru yang dipelajari dengan banyak membaca.
Makasih banyak buat Mas Surur. Terima kasih juga buat Mas Denny dari Pelangi Sastra Malang dan teman-teman yang telah menyelenggarakan acara Parade Bincang-bincang Buku Sastra. Proud of You ! Tetap semangat ya meramaikan dunia sastra di Malang Raya 😀