Tampaknya Rara Zarary termasuk satu dari banyak perempuan yang mengamini bahwa hujan terdiri dari 1% air dan 99% kenangan. Hujan memang selalu bisa mengubah suasana menjadi melankolis sehingga kita turut terhanyut dalam air-air yang diturunkan-Nya dari langit. Dalam Buku Hujan dan Senja di Tanah Rantau, Rara menempatkan hujan sebagai air-air langit yang dipenuhi kenangan dan kerinduan akan rumah tempat pulang. Seperti dalam puisi-puisi ini :
Hujan yang jatuh malam itu adalah air matamu di gubuk rindu (Hal.1)
Hujan sore ini telah memulangkanmu pada sebuah pilihan pertama. Menguburku sebagai kenangan dan tak mengingat satu dari ribuan harapan seumpama pasangan-pasangan yang sudah mati rasa (Hal. 41)
Hujan jatuh diam-diam di halaman rumahmu
Membasahi luka-luka yang mengering karena rindu
Ayah ibumu mengintip pelan dari sebuah jendela satu-satunya di rumahmu
(Hal. 66)
Berbeda dengan hujan di buku ini yang sarat dengan rindu dan kenangan, Rara menganggap tanah rantau sebagai hanya sebagai tempat persinggahan yang asing.
Barangkali alasannya sama seperti kemarin, kota rantau ini terlalu sepi untuk kusulap menjadi bait-bait yang harusnya kuantarkan padamu malam ini
(Hal. 3)
Ma, kota rantau yang kau restui tahunan lalu tuk kujelajahi nyatanya terlalu pasi
Tak mampu jua kucipta menjadi sebongkah puisi dengan rindu yang sebara api (Hal. 4)
Puisi-puisi dalam buku ini ditulis di kota-kota yang berbeda, yaitu : Sumenep, Jombang, Pare, Kediri, Malang, Sidoarjo dan Surabaya. Ini menunjukkan bahwa Rara tinggal atau sempat mampir di kota–kota tersebut. Entah untuk studi atau untuk kepentingan lainnya. Namun, bagi Rara tidak ada tempat yang nyaman selain rumah. Kerinduan untuk selalu pulang ke rumah seakan tidak pernah hilang.
Aku pulang sebentar ke Madura
Menitip satu isyarat tentang sebuah alasan aku merantau lebih lama
Sebab, Madura terlalu elok untuk kutindih dengan luka-luka (Hal. 10)
Rantauan ini barangkali menciptakan banyak cerita yang lebih mengesankan
Rantauan pertama, kedua, dan selanjutnya adalah cerita suka duka para pencari hidup berkepanjangan (Hal. 18)
Halimah masih muda, Bu
Lupakan isyarat tetangga, tentang perawan tua dan perempuan tak punya harga (Hal.55)
Perempuan cantik dan muda itu, telah mengaku menyesal
Mengubur masa mudanya dengan sebuah janji pernikahan (Hal. 63)
Selain tema-tema mengenai hujan, kenangan, dan tanah rantau, Rara juga menulis tentang tema-tema cinta dan rindu selayaknya pecinta yang rindu pada kekasihnya. Ada juga puisi yang sengaja ditulis untuk orang-orang yang disayanginya seperti teman, guru dan juga ibu. Bahkan ada puisi-puisi yang ditulis yang merupakan ungkapan doa kepada Tuhan : Tuhan, buatlah mereka bahagia lebih dari yang tak mampu kupersembahkan (Hal.64). Puisi-puisi yang ditulis Rara sangat memperhatikan estetika bentuk puisi melalui pilihan kata-kata dan juga rima yang dibuat sama seperti puisi di bawah ini :
Membiarkan aroma rindu terus merekah dan menyusup hingga ke ulu hati yang paling teduh penuh hati-hati
Hingga kita jatuh cinta, berkali-kali (Hal. 5)
Kita dengar rindu berdendang riang dalam sunyi
Di kota ini, aku dan engkau menciptakan kenangan baru
Rentaskan tuntas puisi di kedalaman hatiku (Hal. 15)
Selain puisi-puisi yang ditulis Rara dalam buku ini, Prosa-prosa yang dibuat oleh Rara juga sangat memperhatikan pilihan kata. Rara juga sengaja membuat awal kalimat yang berulang-ulang pada prosa yang berjudul “Aku Masih Bagian Hujan Dan Senja Yang Sama” untuk menciptakan estetika dan juga penekanan pada sebuah rutinitas yang dilakukan berulang-ulang. Pada prosa-prosa “Di Rambut Putihmu, Aku Memetik Rindu”; “Emak Aku Ingin Pulang, Sebentar”; “Saat Ayah Hanya Datang Dalam Mimpi” sengaja dibuat sebagai sebuah surat yang dipersembahan kepada Nenek, Ayah, dan Ibu penulis. Sedangkan pada prosa “Mengenang Hujan Terakhir Di Antara Kita” berusaha menghadirkan percakapan-percakapan di dunia maya Antara Irfanda dan A.R. Zafran.
Link Citizen Reporter di Surya Online :
http://surabaya.tribunnews.com/2016/06/15/ketika-hujan-menikahi-senja-di-rantau/
Jadi pembanding karena dipaksa Ellen Meianzi Yasak. Sukses terus Humas (Tri Media) Unitri Malang