Mengobati Patah Hati ala buku Honeymoon With My Brother

honeymoon-with-my-brother

Patah hati ? Traveling saja ! Setidaknya itu yang dilakukan oleh Frans Wisner ketika Annie, tunangannya, memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka tepat satu minggu sebelum pesta dilaksanakan. Patah hati karena putus cinta ditambah kebingungan untuk pembatalan perlengkapan pernikahan membuat Frans sedikit linglung. Namun, teman-teman dan keluarganya tidak membiarkan Frans sendirian. Pesta tetap dilaksanakan walaupun tanpa pengantin. Anggap saja sedang ada reuni sekaligus pesta musim panas di sebuah peternakan tua berumur seabad di Sea Ranch yang telah mereka pesan sebelumnya.

Masalah datang lagi. Dalam karirnya, Frans tiba-tiba diturunkan dari jabatannya ke sebuah kantor kecil. Patah hati dan masalah dalam pekerjaannya akhirnya membuat Frans berpikir untuk memanfaatkan tiket bulan madu yang sudah terlanjur dia pesan sebelum pernikahan. Akhirnya, Frans justru berbulan madu dengan adik laki-lakinya, Kurt Wisner. Dalam perjalanan bulan madu itu mereka menemukan ide untuk berkeliling dunia dan meninggalkan rutinitas mereka yang membosankan.

Kisah antara Frans dan Annie diceritakan dengan alur mundur diantara kisah-kisah perjalanan Frans keliling dunia. Bagaimana saat mereka pertama kali bertemu dan saling jatuh cinta lalu memutuskan berpisah. Kemudian Annie hadir lagi setelah 2 tahun perpisahan mereka dan meminta mereka bersama. Tapi kemudian Annie pula yang memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka.

Yang menarik dari buku ini memang bukan kisah cinta antara Frans dan Annie. Bukan pula petualangan mereka selama berkeliling dunia. Bagi saya, hal menarik di buku ini adalah bagaimana hubungan yang terjalin antara seorang kakak dan adik yang selama ini tidak pernah dekat secara emosional lalu memutuskan untuk berpetualang bersama. Banyak masalah yang terjadi. Banyak pertengkaran yang mereka berdua lalui. Hingga akhirnya masing-masing saling membuka diri untuk menerima kenyataan hidup mereka. Frans yang ditinggalkan Annie dan Kurt yang telah bercerai dengan istrinya.

Bagian menarik lainnya adalah bagaimana Frans mengkritik kehidupan backpacker yang sedang menjadi tren saat ini. Berikut cuplikan tentang backpacker di halaman 315-317 buku ini.

“Ada sebuah pasukan yang lebih dahsyat daripada tentara Rusia. Lebih ganas daripada pemberontak Afghanistan. Tersebar di lebih banyak negara daripada prajurit angkatan laut Inggris pada masa lalu. Singkirkan saja koper Samsonite berodamu, sambarlah ransel dan bergabunglah dengan Tentara Masyarakat Peduli (Packer). Hirearki Packer ditentukan melalui topik pertama yang selalu dibicarakan, sudah berapa lama kau di jalan ?.”

Frans menyarankan untuk membuang buku-buku panduan perjalanan. Buku-buku itulah yang membuat para traveler berbondong-bondong ke satu tempat yang sama. Buanglah buku-buku itu lalu mulailah berbincang dengan orang-orang yang kau temui. Lalu kau akan menemukan petualangan baru di tempat-tempat baru. Perjalananmu akan lebih spontan dan kau mungkin akan menjalin pertemanan dengan orang-orang yang menyenangkan.

Bagian akhir buku ini bercerita tentang putaran terakhir pejalanan mereka mengelilingi dunia dengan empat bulan berada di Afrika. Afrika adalah upacara kelulusan bagi perjalanan keliling dunia kakak beradik ini setelah mereka menimba pengalaman dari negara-negara lain di benua Eropa, Asia, dan Amerika Selatan. Frans juga mulai ditawari untuk menulis artikel tentang perjalanan mereka di sebuah koran. Perjalanan ke Afrika adalah perjalanan dengan segudang pengalaman menyebalkan dan mendebarkan. Kekacauan ekonomi, pariwisata yang kadang terkesan dipaksakan, ketidakamanan kondisi negara serta kemiskinan dimana-mana.

Frans memandang sedih tanpa bisa berkata-kata lagi. Dua pertiga penduduk Afrika dilanda kelaparan. Populasi penderita AIDS tertinggi di Dunia. Nyamuk-nyamuk Malaria yang membunuh jutaan orang setiap tahun. Persoalan kriminalitas dan kekerasan yang terjadi disana. Orang Afrika menghadapinya sambil tersenyum. Dan kemampuan untuk tetap menjadi manusia ketika segenap kemanusiaan telah hancur lebur di sekeliling mereka.

Bagian yang paling saya suka dari buku ini adalah bagian “Dunia Kita yang Miskin”. Memang tidak mengherankan, bagi mereka yang terbiasa hidup di negara maju yang serba mapan, teratur dan bekecukupan, dunia ketiga adalah cerita yang tidak pernah ada habisnya. Tapi bagi saya, penduduk negara dunia ketiga (entah saya tidak suka dengan istilah dunia ketiga), bagian ini mengingatkan saya untuk terus bersyukur. Bagi kami, kebahagiaan bisa saja tercipta karena hal-hal sederhana. Kemiskinan tidak secara otomatis sama dengan ketidakbahagiaan. Yang ada, bagaimana kami tetap bertahan dan tetap tersenyum di segala keterbatasan yang terjadi.

Benarlah apa yang dikatakan orang, bagian terpenting dari sebuah perjalanan bukan tentang kemana tujuan kita. Tapi proses dalam perjalanan itu. Cerita-cerita yang kita dapatkan dan pertemuan yang kita lakukan dengan orang-orang baru. Dan yang terpenting, pengalaman yang kita peroleh selama kita melakukan perjalanan adalah pelajaran yang barangkali tidak kita dapatkan hanya dengan sekolah ataupun hanya dengan membaca buku.

You may also like

4 Comments

    1. Buku itu ditulis berdasarkan kisah nyata penulisnya jadi kayaknya dia beneran udah keliling dunia. hehehe. Sama mbak, pingin banget aku jadi backpacker yang bisa keliling dunia. Thanks udah mampir blog ku

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *