Omah Munir, Rumah Yang Merekam Jejak Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

omah-munir-6

Saat melewati malam minggu bersama suami di kota Batu pada akhir bulan September lalu, saya iseng meminta suami agar kami mampir lagi ke Omah Munir. Sebelumnya, kami sudah pernah mengunjungi Omah Munir ketika kami berbulan madu pada akhir bulan Desember tahun 2015. Saat itu kami terjebak hujan jadi kami berada cukup lama berada di sana. Kali ini saya mengusulkan pada suami agar kami mengunjungi lagi Omah Munir sekalian melengkapi foto dan bahan tulisan di blog ini. Suami menyetujui usulan saya dan kami pun mampir ke Omah Munir sebelum menghabiskan malam minggu berdua di alun-alun Batu.

Bisa dibilang Omah Munir adalah ‘anomali’ di antara keriuhan wisatawan yang datang dan pergi ke kota Batu. Berada di jalan Bukit Berbunga yang merupakan jalan menuju wisata Selecta dan wisata Cangar, Omah Munir terlihat sepi pengunjung. Barangkali, tidak banyak yang tahu tentang siapa itu Munir. Atau barangkali sekalipun tahu, tidak semua orang tertarik mengunjungi rumah kecil yang juga berfungsi sebagai museum perjuangan kasus-kasus HAM yang pernah ditangani oleh Munir dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS).

Omah Munir dulunya merupakan rumah Suciwati, istri dari Munir. Omah munir diresmikan pada 8 Desember 2013 yang merupakan tanggal lahir almarhum Munir Said Thalib, seorang pejuang Hak Asasi Manusia yang tewas karena racun arsenik dalam perjalanan menuju Amsterdam Belanda. Dan sampai saat ini, persidangan di Pengadilan yang berlangsung selama bertahun-tahun masih tidak bisa mengungkap siapa aktor utama di balik pembunuhan Munir. Bahkan, berkas-berkas yang telah dikumpulkan oleh tim pencari fakta (TPF) dan pernah diberikan kepada pemerintah di masa presiden SBY sempat dikabarkan hilang.

Untuk masuk ke Omah Munir, kita hanya perlu mengisi buku tamu yang tersedia di depan pintu masuk. Setelah itu kita akan disuguhi oleh alunan musik dan suasana temaram yang menyiratkan kesedihan mendalam. Momen yang pas sekali karena media sosial sejak awal bulan september sudah dipenuhi oleh pro dan kontra penayangan kembali film G-30S/PKI. Memang sih, barangkali generasi di bawah saya tidak pernah menonton film ini karena sudah dihentikan penayangannya di televisi sejak era reformasi. Meskipun sebenarnya bisa saja mereka menonton film ini lewat youtube. Tapi, sebagai anak SD yang menghabiskan masa kecil dengan menonton sendirian film ini dan juga film-film horor yang dibintangi Suzana, saya sih tidak mendukung film ini diputar untuk anak-anak kecil karena sarat dengan adegan kekerasan dan juga karena masih ada perdebatan tentang fakta sejarah yang simpang siur.

Nah, di antara keriuhan media sosial tentang film ini, sepertinya kita lupa bahwa banyak terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia berupa pembunuhan serta penghilangan orang secara paksa. Omah Munir seperti mengingatkan agar kita tetap Menolak Lupa dengan menyajikan gambaran tentang pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh para ‘oknum’ terhadap individu maupun kelompok tertentu. Ada kasus Marsinah, dan kasus pelanggaran HAM saat aceh ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM), serta ada kasus tentang orang-orang yang menghilang pada masa menjelang reformasi. Tidak lupa dipajang juga barang-barang peninggalan Almarhum Munir seperti meja kerja yang biasa dipakai oleh Munir, sepatu, kemeja, serta album-album foto pernikahan dan kelahiran anak-anak Munir.

Di bagian belakang, ada sebuah kantor dan perpustakaan kecil yang koleksi buku-bukunya bisa dibaca oleh pengunjung. Dan di sebelah pintu masuk, ada toko kecil yang menjual berbagai macam souvenir bertema Munir serta menyediakan minuman dan makanan ringan. Selain berfungsi sebagai museum HAM, Omah Munir juga sering mengadakan acara diskusi yang berkaitan dengan HAM. Omah Munir juga turut aktif memberikan edukasi HAM dengan membuat buku saku pendidikan HAM untuk pelajar. Operasional Omah Munir berasal dari sumbangan para donatur. Dan, kamu bisa ikut serta memberikan donasi kepada Omah Munir lho.

Baca juga :  Malam Minggu di Alun-Alun Batu, Menikmati Udara Sore kota Batu dari atas Bianglala

Suasana temaram dan iringan musik yang menggema di dalam rumah ini benar-benar membuat saya ikut merinding. Sebenarnya, saya ingin cepat-cepat keluar dari rumah ini. Tapi melihat suami yang khusyuk membaca setiap detail tulisan di tembok, saya urungkan niat saya untuk keluar dan mendekati suami untuk berdiri di sampingnya. Saya paham, ini adalah salah satu hal yang dia perjuangkan. Dia sudah mengingatkan saya sebelum kami menikah bahwa jalan yang dia pilih adalah jalan yang sepi. Dan, sekalipun saya belum pernah mengatakan saya siap mendampinginya, saya tahu saya akan tetap memilih berada di sampingnya. Selalu.

 

OMAH MUNIR

Jl. Bukit Berbunga Nomor 2 RT 04 RW 07, Sidomulyo, Kota Batu, Jawa Timur

You may also like

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *