: tentang sebuah surat yang menjadi sengketa
Kali ini saya akan mencoba membahas satu judul buku dan satu judul film yang sama : Surat Dari Praha. Kebetulan saya sudah membaca versi bukunya pada sekitar tahun 2012-2013 dan menonton versi filmnya di hari kamis (28 Januari 2015) kemarin.
Buku Surat Dari Praha adalah buku kumpulan cerpen yang ditulis oleh Yusri Fajar dan diterbitkan oleh Aditya Media Publishing pada Februari Tahun 2012. Buku ini berisi 12 cerita pendek yang salah satunya dipilih menjadi judul buku ini. Cerpen Surat Dari Praha bercerita tentang Marwo dan Pavla. Marwo adalah pria asal magelang yang memiliki restoran sate di Praha. Marwo datang ke Praha pada awal tahun enam puluhan untuk menjadi mahasiswa jurusan ilmu politik.
Di Praha, Marwo berkenalan dengan Pavla. Pavla adalah mahasiswi dari Praha yang menempuh jurusan teater. Disinilah kemudian ada dialog-dialog di antara mereka dengan latar tepian sungai Vltava. Percakapan mengalir. Mereka membahas Frans Kafka, sastrawan terkenal asal ceko. Sesekali dialog berubah menjadi romantis hingga akhirnya perjalanan mereka terhenti di sebuah kafe di jalan Linharstka.
Berita buruk datang. Indonesia tengah bergejolak. Kabarnya ada nyawa-nyawa melayang dalam kegelapan malam. Marwo dan mahasiswa-mahasiswa asal Indonesia lainnya bertanya-tanya apa pemerintah Indonesia masih tetap mengirimkan uang beasiswa karena Jakarta masih dalam kondisi mencekam. Tidak ada yang kabar yang datang sehingga Marwo memutuskan untuk mengirim surat pendek pada orang tuanya di Magelang.
Surat tidak berbalas sampai beberapa waktu hingga akhirnya suatu pagi Marwo mendapat balasan dari adiknya di Magelang. Isi surat itu mengatakan bahwa kondisi tanah air sedang tidak aman. Bapak Marwo sempat diinterograsi. Ibu Marwo sering sakit-sakitan karena keluarga mereka dikucilkan dari masyarakat. Di akhir surat, adiknya berkata sebaiknya Marwo tidak pulang karena Marwo dan mahasiswa-mahasiswa yang sedang belajar si Eropa Timur sedang didata dan menjadi pembicaraan hangat di tanah air.
Ketika keadaan mulai membaik, Marwo sempat ditawari pulang oleh perwakilan pemerintah Indonesia dengan catatan dia mau menandatangani pernyataan untuk memberi dukungan pada salah satu rezim yang dia sendiri tidak mengetahui secara detail. Pada akhirnya passpor Marwo tidak lagi diperpanjang hanya karena Marwo bertanya mengapa dia harus menandatangani formulir untuk memilih salah satu rezim. Marwo bertahan di Praha tanpa sebuah kewarganegaraan.
Itulah cerita hingga akhirnya Marwo mendirikan restoran sate di Praha. Marwo menikah dengan Palva. Dan cerpen ini diakhiri dengan percakapan mereka berdua di antara dingin yang merambah sudut-sudut kota Praha.
Dari buku, mari kita berpindah ke versi filmnya
Film Surat Dari Praha adalah film produksi Visinema Pictures yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko. Skenario ditulis oleh M. Irfan Ramli. Dengan deretan Produser : Glenn Fredly, Angga Dwimas Sasongko, Chicco Jerikho, Handoko Hendroyono, dan Anggia Kharisma (sumber : movie.co.id)
Film ini dimulai dengan adegan di rumah sakit. Larasati (Julie Estelle) berniat meminjam surat rumah untuk digadaikan dan membayar biaya perceraiannya. Sulastri (Widyawati Sofyan), ibu dari Larasati meninggal tanpa sempat memberi jawaban atas permintaan Larasati. Sulastri meninggalkan wasiat bahwa syarat rumah itu menjadi milik Larasati adalah Larasati harus mengantarkan sebuah kotak berisi surat-surat dan mendapatkan tanda tangan penerima surat dari Jaya (Tio Pakusadewo) di Praha.
Perjalanan di mulai. Ketika sampai di Praha, Jaya tidak bersedia menandatangani surat itu dan mengusir Larasati. Larasati pergi untuk menginap di hotel tapi justru mengalami perampokan di dalam taksi hingga akhirnya dia terpaksa tinggal di rumah Jaya. Dari situ terkuak pelan-pelan mengapa Sulastri mewasitkan kepada Larasati untuk mengantarkan kotak itu ke Praha dan bertemu dengan Jaya.
Kotak itu berisi surat-surat dari Praha yang ditulis oleh Jaya untuk Sulastri. Jaya adalah mahasiswa teknik nuklir yang mendapat beasiswa dari pemerintahan Soekarno. Ketika rezim berganti dan terjadi pergolakan di dalam negeri, nasib Jaya dan mahasiswa-mahasiswa di Praha juga tidak jelas. Jaya diminta untuk menyatakan dukungan terhadap rezim orde baru sementara Jaya tidak setuju dengan rezim itu. Passpor dicabut dan Jaya kehilangan kewarganegaraan. Kondisi ceko yang juga bergejolak, Jaya memutuskan untuk bertahan di Praha dengan perlindungan dari Palang Merah Internasional (tolong koreksi jika saya salah). Jaya bertahan hidup dengan bekerja menjadi petugas kebersihan di sebuah gedung teater.
Cerita lama antara Jaya dan Sulastri diceritakan melalui percakapan antara Jaya dan Larasati. Jaya memiliki janji untuk menikahi Sulastri tapi tidak bisa terpenuhi karena Jaya tidak bisa kembali ke Indonesia. Sulastri akhirnya menikah dan melahirkan Larasati. Hingga kemudian datanglah surat-surat yang dikirim Jaya dari Praha. Surat-surat yang tidak pernah dibalas oleh Sulastri. Semenjak kedatangan surat-surat itu, Sulastri berubah sikap menjadi pemurung dan suka mengurung diri di kamar. Rumah tangganya dipenuhi oleh pertengkaran hingga akhirnya suaminya meninggal dan Larasati hidup dalam kebencian mendalam kepada ibunya. Larasati menganggap surat-surat dari Jaya adalah penyebab semuanya. Meski diakhir film Larasati akhirnya memahami dan berdamai dengan keadaan.
Secara personal, saya mengenal Pak Yusri Fajar karena pernah bertemu di berbagai acara sastra di Malang. Saya juga hadir di acara bedah buku Surat dari Praha yang diadakan di Home Theater Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Malang. Seingat saya, buku ini juga dibedah di kota-kota lainnya. Sempat juga beliau bersedia menjadi pembedah buku kumpulan puisi saya “Ada Hujan Turun Pelan-Pelan” di Toga Mas pada tahun 2013. Beliau juga hadir di (sejenis) launching buku kumpulan cerpen saya “Aku Mengenalnya Dalam Diam” di Lantai 3 Gedung Radar Malang. Beliau sangat aktif di kegiatan-kegiatan sastra yang diadakan berbagai komunitas di malang dan juga kota-kota lainnya.
Dari biografi penulis di buku Surat Dari Praha, Pak Yusri Fajar adalah dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya. Saat ini beliau juga bergiat di Dewan Kesenian Jawa Timur. Beberapa esainya tersebar di media cetak seperti Kompas dan lainnya. Beliau pernah menempuh kuliah di bidang Kajian Sastra dan Budaya di Universitas Bayreuth Bayern Jerman. Pada bulan Agustus tahun 2009, beliau pernah mengunjungi Praha untuk menapak tilasi jejak sastrawan Frans Kafka dan mengikuti Reading Ulysses di James Joyce Foundation Zurich Swiss. Mungkin dari pengalaman inilah beliau menulis cerpen Surat Dari Praha.
Tentunya hampir semua orang pernah mendengar nama Glenn Fredly. Dia adalah penyanyi yang belakangan juga memproduseri film-film ‘idealis’ yang banyak memperoleh penghargaan. Saya sempat menghadiri sesi film ‘Beta Maluku : Cahaya Dari Timur’ ketika nekat backpacker ke Ubud untuk mengikuti Ubud Writers and Readers Festival 2015. Sesi ini menghadirkan Glenn Fredly sebagai produser dan M. Irfan Ramli sebagai penulis skenario. M. Irfan Ramli adalah blogger asal maluku yang kemudian ditawari untuk menulis skenario film ini dan harus belajar berbulan-bulan untuk menyusun skenario dari dasar. Glenn Dan Irfan berusaha menyajikan film ini dalam bahasa daerah dan film ini mendapat antusiasme yang tinggi karena bioskop di maluku selalu penuh sampai 3 bulan penayangannya.
Di Sesi itu, diceritakan bahwa film ini merupakan proyek dengan riset selama bertahun-tahun yang bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa perbedaan agama bukanlah hal yang lantas dijadikan alasan untuk saling memusuhi. Dan melalui film ini, kita diingatkan bahwa sepakbola adalah olahraga yang bisa menyatukan perbedaam agama maupun suku bangsa.
Saya terus mengingat nama Angga Dwimas Sasongko setelah menonton film Filosofi Kopi yang skenarionya ditulis oleh Jenny Jusuf. Filosofi Kopi versi film adalah satu-satunya film yang menurut saya paling berhasil diantara film-film lainnya yang diangkat dari karya Dewi Lestari. Film ini berhasil menjadikan cerpen Dee menjadi lebih kompleks dan hidup. Bahkan karakter-karakter di dalam cerpen berhasil dikembangkan dan dihubungkan dengan hal-hal yang tidak ada di cerpen misalkan tentang nasib petani kopi.
Mengenai film Surat Dari Praha, Saya suka film ini. Film ini sesuai dengan ekspektasi saya tentang film selera Angga Dwimas Sasongko. Meskipun sebenarnya saya lebih berharap skenarionya ditulis oleh Jenny Jusuf. Film ini beralur lambat dan kita seperti disuruh untuk menikmati film ini dengan pelan-pelan. Entah kenapa saya justru lebih banyak menangis di sepanjang film ini. Mungkin karena film ini juga mengingatkan saya pada novel ‘Pulang’ karya Leila S Chudori. Novel ini bercerita tentang cinta Dimas suryo yang tidak pernah bisa tergantikan, bahkan oleh hadirnya orang baru. Novel ini juga bercerita tentang seseorang yang merindukan Indonesia sebagai sebuah rumah yang tidak pernah dapat dimiliki. Hhmmm…Saya cuma membayangkan betapa kesepiannya hidup sendirian saat usia senja tanpa pernah merasa memiliki sebuah rumah untuk tempat pulang.
Maka ketika kabar mengenai ‘kebetulan’ yang sama antara judul buku kumpulan cerpen Surat Dari Praha dan Film Surat Dari Praha, saya jadi penasaran dan membaca ulang buku ini. Saya terkejut melihat ada bagian-bagian yang sama sembari berharap agar semua ini adalah ‘kebetulan’ yang tidak disengaja dan bukan bermaksud untuk mengutip tanpa menyebutkan sumber. Karena dari artikel yang saya baca secara serampangan di internet mengenai hukum HAKI, saya mendapatkan informasi jika kesamaan judul buku juga bisa disebut melanggar hak cipta. Monggo jika ada yang lebih paham masalah hukum, sila memberi masukan agar saya lebih paham.
Salam Sayang dari Malang.
Catatan :
Saya mengikuti sesi nonton bareng dan diskusi film ini di matos pada tanggal 03 Februari 2016. Pada sesi diskusi turut hadir Angga Dwimas Sasongko (Sutradara) dan M. Irfan Ramli (Penulis Skenario). Ada 2 siaran pers yang dibagikan kepada peserta nonton bareng dan diskusi film ini. Yang pertama Siaran Pers tentang Kolaborasi sponsor dengan visinema terkait film Surat Dari Praha. Yang kedua, Siaran Pers tentang Klarifikasi dan Pernyataan Sikap Terkait Tuduhan Plagiarisme Salam Pembuatan Film Surat Dari Praha.
Sumber lain :
http://life.viva.co.id/news/read/730216-ahli-hki-bicara-soal-tuduhan-plagiat-film-surat-dari-praha