Tengah Malam Di Terminal Tirtonadi Solo

Pada hari jumat malam tanggal 13 April 2018 lalu, saya dan si mamas berangkat ke terminal Pekalongan buat pulang ke rumah orang tua di Jombang. Si mamas sudah memesan tiket bus malam di agen langganannya sehari sebelumnya. Tapi ternyata ada kesalahpahaman dengan agen tiket karena si mamas mengirim pesan tanpa diberi nama. Kursi yang kami pesan sudah diberikan kepada orang lain. Dan malam itu, semua kursi di dua agen bus langganan kami sudah terisi penuh. Kami bisa batal pulang ke jombang nih.

Di tengah kekalutan, agen tiket menawarkan untuk naik bus jurusan Pacitan yang melewati Solo, sehingga kami bisa ganti bus jurusan Surabaya dari Solo ke Jombang. Tanpa berpikir panjang, si mamas mengiyakan usul itu karena bus jurusan Pacitan sudah tiba di depan terminal. Naiklah saya ke bus tersebut dengan bibir monyong 5 cm karena ngambek sama si mamas. Lah gimana, sejak naik bus ini saya sudah mikir tentang aura negatif Terminal Tirtonadi yang -katanya- penuh dengan calo dan preman. Belum lagi harus ganti bus ekonomi. Sedangkan bus ekonomi dari Solo ke Surabaya biasanya dikuasai oleh raja dan ratu jalanan yang sedang terlibat cinta segitiga, yaitu : Mira, Eka, dan Sumber Kencono yang berganti nama menjadi Sumber Selamet. Ditambah, sepanjang perjalanan ada titik-titik kemacetan di sekitar Banyuputih. Si mamas mukanya udah pasrah, dia bilang : “saya mau dimarahin pake kata-kata apa lagi ini ?

Baru sampai daerah Weleri Kendal, bibir saya gak jadi monyong. Malah senyum sambil mengejek diri sendiri. Ngapain juga ngambek gak jelas gini. Ngaku-ngaku backpacker tapi naik bus ekonomi aja mewek. Mental apaan tuh. Padahal jaman kuliah juga sudah biasa naik bus Puspa Indah jurusan Jombang-Malang PP yang dulu terkenal ngebut dan berkarat.

Begitu sampai Terminal Tirtonadi pada jam 1 pagi, saya langsung kaget. Ternyata terminalnya bagus banget. Bersih kayak bandara gitu. Fasilitasnya lengkap. Dan ada mesin pemesanan tiket kereta. Turun dari bus, saya ditanya sama petugas di pintu masuk yang mengarahkan kami ke jalur timur. Jadinya, saya yang awalnya ngambek malah sibuk berfoto di terminal Tirtonadi.

Baru saya tahu, ternyata Terminal Tirtonadi merupakan terminal tipe A yang mendapat predikat terminal terbaik dan terlengkap se-Indonesia. Terminal Tipe A merupakan terminal yang memenuhi persyaratan sesuai dengan Peraturan Menteri 132 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan. Penyelenggaraan terminal tipe A harus terbagi atas zona 1 bagi penumpang yang mempunyai tiket. Zona 2 yang belum mempunyai tiket atau zona campuran, zona 3 yakni perpindahan penumpang, dan zona 4 pengendapan kendaraan. Terminal Tirtonadi memiliki fasilitas terintegrasi berupa jembatan penghubung (skybridge) dengan stasiun Balapan Solo. Fasilitas lainnya di Terminal Tirtonadi seperti yang ada di bandara internasional yaitu menggunakan e-ticketing, ruang tunggu yang nyaman dan sejuk, ruang kesehatan, ruang menyusui, Masjid, ‎layar LED jadwal keberangkatan, serta ada fasilitas untuk penyandang cacat atau difabel.

 

Saat kami menunggu bus, tanpa sengaja kami ditemani oleh alunan lagu Didi Kempot yang terdengar lewat pengeras suara :

“Nalikane ing tirtonadi
Ngenteni tekane bis wayah wengi
Tanganmu tak kanthi
Kowe ngucap janji
Lungo mesti bali”

 

Goyaaang yuk, mas ! Hehehehe 😀

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *