: Catatan Perjalanan Berdua (1)
Adegan drama pada hari minggu adalah perpisahan di stasiun kereta Semarang. Biasanya, dia menunggu kereta benar-benar berangkat di balik pintu berpagar besi di dekat loket masuk. Sementara telepon tidak lepas dari telinga kami. Lalu kami melambaikan tangan dan saling mengucapkan selamat tinggal.
Hampir setahun kami menikah. Ketakutan tentang kerumitan sebuah pernikahan pelan-pelan menghilang. Kata orang, tiga tahun pertama adalah masa-masa sulit beradaptasi antara dua orang yang memutuskan hidup bersama. Kami pernah bertengkar, tentu saja. Tapi jika saya mulai mengomel dengan nada tinggi, dia memilih diam. Jika saya mulai berdebat tentang satu topik atau bertanya hal-hal yang aneh, dia memilih untuk melawak yang membuat saya otomatis tertawa. Jika saya mulai menangis, dia akan membelikan saya es teh dengan es batu berlimpah. Karena dia telah hapal, es batu mampu membuat istrinya luluh dibandingkan es krim dan cokelat.
Kami, terutama saya, bersyukur atas sebelas bulan pernikahan kami. Saya tahu saya perempuan rumit yang tidak sama seperti perempuan kebanyakan. Hal-hal kecil yang seharusnya tidak perlu dipikirkan akan otomatis saya pikirkan siang dan malam. Hal-hal yang bagi orang lain bukan masalah bisa menjadi masalah bagi saya. Dan dia melengkapi diri saya untuk menjadi lebih tenang dan lebih santai menghadapi hidup. Menyederhanakan kerumitan pernikahan di kepala saya dengan satu kalimat :
Menikah adalah ibadah.
Jarak jauh di antara kami juga telah menciptakan ruang yang cukup lebar bagi kami untuk tetap bergerak leluasa. Melakukan aktivitas kami masing-masing dan bersosialisasi dengan teman-teman kami. Sehingga pertemuan kami pada akhir pekan adalah pertemuan yang lebih berharga untuk dihabiskan bersama dibandingkan untuk menciptakan pertengkaran kecil di antara kami berdua.
Semarang adalah perjalanan pertama kami. Benar-benar hanya berdua. Saya memang agak melankolis. Sedikit dramatis. Dan suka hal-hal yang berbau romantis. Sementara dia adalah laki-laki realistis, seperti kebanyakan laki-laki lainnya. Bagi dia, melakukan perjalanan memerlukan suatu tujuan yang jelas dan memiliki manfaat. Jika tidak, maka itu sama saja kami sedang menghabiskan tabungan kami yang tidak seberapa untuk hal yang tidak berguna. Bagi saya, melakukan perjalanan berdua adalah hal yang penting untuk melekatkan kami secara emosional. Agar perjalanan kami menjadi kenangan indah. Agar kenangan-kenangan indah itu muncul secara flashback, meredakan emosi kami jika suatu saat kami bertengkar karena satu masalah.
Biasanya, jika saya ingin pergi ke suatu tempat, saya membuat jadwal detail tentang lokasi-lokasi yang akan didatangi, informasi transportasi, serta informasi penginapan. Saya juga membuat anggaran yang dibutuhkan untuk perjalanan tersebut. Tapi perjalanan kali ini berbeda. Saya cuma mencari informasi tentang tempat-tempat di Semarang yang disarankan oleh sebuah situs. Saya juga tidak membuat jadwal rinci seperti yang biasanya saya lakukan dulu. Dari daftar tempat yang ingin dikunjungi di Semarang, saya cuma mendatangi tiga tempat. Sisanya, saya lebih suka membiarkan semua berjalan tanpa rencana. Menghabiskan waktu untuk berdua.
Lawang Sewu adalah tempat pertama yang kami datangi di Semarang.
Selanjutnya, kami mengunjungi Klenteng Agung Sam Poo Kong. Kami juga mengunjungi bazar buku Kota Semarang, yang sebenarnya tidak ada di daftar kunjungan kami. Cuaca siang di Semarang yang panas membuat kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Baru pada malam harinya, kami berkeliling ke kawasan kota lama Semarang. Mengunjungi pameran Biennale Jateng 2016 dan berfoto di Gereja Blenduk.
Kami melanjutkan perjalanan ke kawasan Simpang Lima Semarang. Dari rencana awal untuk makan di kawasan Simpang Lima, akhirnya kami memutuskan untuk makan malam di angkringan depan kampus Undip Pleburan. Dua bungkus nasi kucing, satu gelas jahe rempah dan satu gelas bir pletok adalah makan malam kami kali ini. Gabungan suara musik dari dalam kampus, diskusi berapi-api dua mahasiswa di depan kami serta hujan di luar tenda angkringan yang membuat kami setengah basah adalah pelengkap perjalanan kami kali ini.
Terima kasih, Semarang.
Catatan :
- Tiket Masuk Lawang Sewu = Rp.10.000,-
- Tiket Masuk Kelenteng Sam Poo Kong = Rp.5.000,-
2 Comments
Seems nice! 🙂
Anyway, kalo lagi senggang boleh liat tulisan” saya yaa, baru belajar nulis nih , soo i would really appreciate ur advice !🙂
feel free to comment ya, i’m open for discussion🙂
haiii…salam kenal. Aku baru aja lihat blogmu. Wow tulisannya asyik-asyik. Btw, makasih dah mampir di blogku 😀